Kabupaten Malang, inspirasijatim.com- Salah satu ajaran yang masih dilakukan adalah menjalankan tradisi malam 1 Suro atau satu 1 Muharram dalam kalender Hijriyah. Masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Solo masih memegang teguh ajaran yang diwarisi oleh para leluhurnya tersebut. Malam tahun baru dalam kalender Jawa tersebut, masih dianggap sakral bagi masyakarat Jawa.
Para abdi dalem keraton hasil kekayaan alam berupa gunungan tumpeng serta benda pusaka menjadi sajian khas dalam iring-iringan kirab yang biasa dilakukan dalam tradisi Malam Satu Suro. Iring-iringan rombongan masyarakat atau yang biasa kita sebut kirab menjadi salah satu hal yang bisa kita lihat dalam ritual tradisi ini.
Tidak hanya di dua daerah jawa tengah, salah satu daerah Jawa Timur juga mengadakan ritual tersebut, Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang. Tepatnya dilereng Gunung Kawi. Bahkan menjadi agenda tahunan di Gunung Kawi untuk menyambut datangnya tahun baru jawa ini diikuti 14 RW se-Desa Wonosari.
Hampir sama seperti Tradisi satu Suro didaerah lainnya. Tradisi yang ada di Gunung Kawi ini, juga dikemas dengan nuansa adat Jawa dan Islam. Pada perayaan ini masyarakat Desa Wonosari juga mempersembahkan tumpeng-tumpeng untuk dikirab.
Namun yang berbeda, pada perayaan ini bukan tumpengnya yang menjadi ciri khas. Melainkan dua tokoh yang dimakamkan di bawah lereng Gunung Kawi. Kedua tokoh ini adalah Eyang Djoego atau Kyai Zakaria, serta R.M. Iman Soedjono.
Kyai Zakaria dan Imam Soedjono dikenal sebagai sesepuh pertama di gunung kawi. Mereka berdua merupakan simbol perlawanan kekuasan kolonial belanda tahun 1825-1830, dan melarikan diri pada saat akhir perang jawa pimpinan Pangeran Diponegoro.
Disamping itu, keduanya adalah ulama yang mengajarkan agama dan adat istiadat. Bahkan keduanya juga dikenal sebagai tokoh pluralisme, yang menjebatani hubungan antara orang Jawa dan Tionghoa. Karenanya, orang-orang Tionghoa membangun klenteng di depan kompleks makam keduanya. Itu dimaksudkan sebagai simbol hubungan yang harmonis dan gotong royong antar etnis dan keyakinan.
Pada perayaan ini masyarakat Desa Wonosari mempersembahkan tumpeng diatas jolen-jolen (tempat tumpeng yang dibentuk dan dihias) untuk dikirab dari “Gapura Bawah” (Stanplat) menuju Pesarean Eyang Djoego dan R.M. Iman Soedjono. Setelah itu, tumpeng-tumpeng dibacakan doa-doa oleh sesepuh desa. Selanjutnya, tumpeng akan menjadi rebutan pengunjung untuk dimakan bersama.
Namun, puncak acara bukan acara perebutan tumpeng seperti di Yogyakarta dam Solo. Melainkan pembakaran sangkala berupa patung raksasa. Sangkala ini sebagai perlambangan Agar masyarakat dijauhkan dari sifat keangkara-murkaan didunia.
Disamping untuk memperingati satu suro dan mendoakan kedua tokoh Gunung Kawi. Perayaan tersebut bertujuan untuk merubah stigma tentang Gunung Kawi, yang terlanjur ada di dalam pemikiran masyarakat sebagai tempat saran mencari kemakmuran (pesugihan).
Hal itu juga disambut baik oleh Wakil Bupati Malang, HM Sanusi. Kader yang diusung PKB tersebut menjelaskan bahwa setiap perayaan satu Suro, Gunung Kawi dikunjungi kurang lebih 10-15 ribu orang. Sedangkan, setiap hari Jumat Legi sebanyak 2-3 ribu pengunjung. Maka dari itu Pemerintah Kabupaten Malang menyiapkan Gunung Kawi sebagai destinasi Wisata Religi.(vf)