“Saya menghendaki sebuah proses politik yang sehat untuk mewujudkan demokrasi yang damai. Karena demokrasi yang damai, yang tenang, yang beradap akan memberi ruang kepada semua pihak untuk bersinergi membangun kebhinekaan, membawa kemajuan, serta didambakan oleh semua orang.” Multazamudz Dzikri, Caleg PKB Dapil Lekok, Nguling, Grati, Rejoso.
Inspirasijatim.com – Multazamudz Dzikri atau akrab disapa Azzam adalah pemuda dari Desa Jatirejo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan. Kegiatan sehari-harinya menjadi staf Drs. H. Halim Iskandar (Ketua DPRD Jawa Timur/Ketua DPW PKB Jawa Timur). Hampir 6 tahun lebih ia mengabdi pada Partai yang dilahirkan oleh para pembesar NU.
Jalan politik yang ditapakinya saat ini bukanlah cita-cita awal karir hidupnya. Semula ia berniat menjadi pengabdi masyarakat di jalur pendidikan. Sebab ia melihat lingkungan di sekitarnya terjebak pada ego sektoral ekonomis. Sehingga, api pemberotakan dalam dirinya untuk mengentaskan paradigma tersebut menggelora.
Pria kelahiran tahun 1989 ini memulai pendidikannya di SD Muhammadiyah Lekok. Meski berada di lingkungan sekolah yang mayoritas warga Muhammadiyah, tidak membuatnya kecil hati. Dari sanalah ia belajar tentang keberagaman. Tentunya, anak dari Alm M. Ghozi dan Isnaiyah ini sudah ditempa sejak kecil bahwa keberagaman adalah sebuah sunnatullah.
Pasca menyelesaikan pendidikan di SD Muhammadiyah, pria yang akrab disapa Azzam ini melanjutkan jenjang pendidikannya di MTs. Negeri Pasuruan. Rupanya, statement yang melekat di benak masyarakat bahwa pendidikan hanyalah hal yang sekunder tidak meluluhkan semangatnya. Ia melanjukan karir pendidikannya di SMA Negeri 4 Pasuruan. Di jenjang pubertas inilah ia semakin yakin bahwa pendidikan bisa mengubah segalanya. Termasuk mengubah taraf ekonomi keluarga.
Meski bersekolah di MTs dan SMA Negeri, pria yang dikenal humoris ini juga mondok di PP. Sabiluth Thoyyib Bugul Lor, Pasuruan selama 6 tahun. Nyantri adalah sebuah pilihan baginya. Sebab rasa haus dirinya akan ilmu tidak berkesudahan. Dan di pondok itulah ia mengenal rasa persaudaraan, tenggang rasa dan ketawadhuan.
Selepas menyelesaikan jenjang pendidikan di tingkat SMA, rasa haus akan pendidikan tidak membuatnya surut untuk melanjutkan. Akhirnya pilihan jatuh di Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Di kampus inilah ia mulai ditempa menjadi seorang aktivis pergerakan. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menjadi tempat kaderisasinya. Ditempat inilah ia ditempa menjadi seorang pejuang yang tangguh membela rakyat. Meski begitu, pria yang berlatarbelakang keluarga santri ini selama berkuliah mondok di PP. Darul Arqom Surabaya.
Di tahun 2011 ia pernah menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa periode 2011-2012. Sebuah jabatan tertinggi di tingkat kampus dan setara dengan ketua DPR. Di lembaga ini ia belajar bagaimana mengelola tata organisasi di tataran kampus. Hampir setiap hari pikirannya tercurah untuk mengembangkan organisasi dibawah naungannya.
Tidak puas dengan pendidikan Stata 1 (S1), ia kembali melanjutkan pendidikan starta 2 (S2) di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Meski bukan berasal dari keluarga berada, semangat untuk melanjutkan proses pendidikan tidak pernah luntur. Baginya, kalau pendidikan diniatkan hanya untuk mencari ilmunya Allah swt. Ia meyakini pasti ada jalan. “Saya bukan dari keluarga berada, dulu waktu S1 saya pernah menjadi tukang parkir, penjaga warnet, dan pekerjaan serabutan lainnya. Yang penting kan halal dan bisa dipake buat bayar kuliah.” Ungkapnya diiringi senyum khasnya.
Tidak hanya di intra kampus saja ia menempa diri, di luar kegiatan kampus ia pun pernah mengenyam sekolah informal bernama “Sekolah Demokrasi”. Di sekolah ini, ia belajar segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dan, bagaimana agar kebijakan tersebut dapat dikawal untuk kesejahteraan masyarakat.
Meski ia menjabat sebagai pengurus di organisasi intra maupun ekstra, tidak membuat ia lalai akan tugasnya di bangku kuliah. Sederet gelar jabatan yang diampunya semasa di bangku kuliah, tidak membuat ia besar kepala. Dihadapan kawan-kawannya ia terkenal humoris dan rendah hati. Sifat itulah yang menjadikan dirinya memiliki jaringan luas.
Belajar menjadi seorang Idealis
Salah satu hal yang tidak bisa dinafikan dalam hidup adalah rasa idealisme dalam diri. Sisi inilah yang acapkali manusia alpa akan keberadaannya. Begitupun yang seringkali Azzam rasakan ketika berjuang di lingkungannya. Di tempat ia dilahirkan, kondisi sosio pendidikan jauh dari yang ia harapkan. Banyak orang masih menganggap bahwa pendidikan tidak lebih penting ketimbang mencari uang. Paradigma seperti itulah yang ingin Azzam rubah agar masyarakat di sekelilingnya bisa merasakan dampak dari pendidikan.
Untuk bisa mengentaskan paradigma tersebut, bersama teman sejawatnya pernah mendirikan sebuah komunitas bernama Komunitas Pemuda dan Mahasiswa Lekok pada tahun 2010. Komunitas ini bertujuan untuk merubah pola pikir pemuda desanya. Meski tidak bertahan lama, komunitas tersebut memiliki dampak positif. Tak pelak, banyak pemuda yang awalnya acuh tak acuh dengan pendidikan akhirnya mulai semangat lagi untuk melanjutkan jenjang pendidikan.
Tujuan Azzam mendirikan komunitas tersebut tak lepas dari keresahannya terhadap fenomena di Jatirejo pada khususnya, dan Lekok pada umumnya. Ia berkeinginan setiap pemuda di desanya menempuh pendidikan setinggi-tingginya. “Saya ingin para pemuda disini bisa memiliki cita-cita. Saya tidak bisa menafikan bahwa pekerjaan nelayan itu adalah mata pencaharian sehari-hari penduduk. Tapi saya ingin para pemuda disini bisa sekolah hingga jenjang SMA minimal. Syukur-syukur bisa menempuh pendidikan di tingkat universitas,” ujar Azzam saat ditemui di rumahnya.
Tarajung Holluk; Sebuah Ideologi Politik
Paska menyelesaikan pendidikannya di jenjang Sarjana tahun 2013, dititik itulah jalan takdir menuntunnya ke dunia politik. Sambil menyelesaikan pendidikan strata 2 (S2), ia terpanggil untuk mengabdi di Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Melalui media partai ini, ia juga belajar bagaimana menjadi seorang aktivis cum politisi. Di tempat itu jugalah ia dibimbing langsung oleh Thoriqul Haq (Bupati Lumajang) dan Baddrut Tamam (Bupati Pamekasan).
Dikader oleh dua orang besar turut merubah mindsetnya bahwa perjuangan untuk melawan ketidakadilan hidup bisa dijalani melalui jalur politik. Thoriqul Haq atau akrab disapa cak thoriq merubah mentalnya agar bisa menjadi politisi tangguh. Sementara Baddrut Tamam atau akrab disapa Ra Baddrut mengubah pola pikirnya. Momen inilah yang tidak bisa dilupakan Azzam sampai kapanpun.
Rupanya, pengalaman menjadi organisatoris mengantarkan Azzam menjadi Sekretaris DPW Gemasaba Jawa Timur di tahun 2015 hingga sekarang. Gemasaba merupakan sayap partai PKB yang bergerak di bidang kemahasiswaan. Di tahun 2018, ia dipasrahi dua jabatan yang tidak mudah dari organisasi yang berbeda. Yakni KNPI sebagai wakil bendahara dan Lakpesdam NU Jatim sebagai bidang kaderisasi.
Kenyang akan asam garam perpolitikan di Jawa Timur, di tahun 2018 inilah mandat dari Ketua DPW PKB Abdul Halim Iskandar turun. Azzam diperintah pulang untuk menjadi calon legislatif (caleg) di dapilnya. Awalnya, Azzam masih ragu dengan perintah tersebut. Berkat dukungan dari keluarga dan istri tercintanya, Nurul Magfiroh, akhirnya perintah tersebut ia laksanakan. Berbekal perintah partai dan keteguhan hati maka mendaftarlah Azzam menjadi caleg DPRD Kabupaten Pasuruan melalui dapil Lekok, Nguling, Grati dan Rejoso.
Mengangkat jargon politik Tarajung Holluk yang memiliki arti bergotong royong, ia menginginkan ketika terpilih nantinya semua konstituennya bisa diajak rembuk bareng untuk kemaslahatan bersama. Selain itu, sebagai politisi muda ia merasa perlu diberikan panggung untuk bisa mewujudkan keinginan masyarakat. “Belajar itu tidak terbatas ruang dan waktu. Sejatinya Universitas Kehidupanlah “the real university”. Mata kuliah tak terbatas, dosen tak terbatas, syarat kelulusan tidak lagi ditentukan skripsi, tesis, maupun desertasi, melainkan keberlangsungan hidup yang hakiki.” Ungkapnya.
Kini, perjuangannya menjadi seorang anggota dewan barangkali adalah catatan takdir seorang aktivis jalanan. Mendapat nomer urut 4, tidak serta merta membuat ciut perjuanganya untuk merebut hati para konstituens. Sebab baginya, menjadi seorang politisi itu harus memiliki empat hal yakni; idealisme, spirit kebangkitan, iktiar serta doa.