Tahun 2018 merupakan tahun politik, beberapa hari yang lalu, 27 Juni kita telah menjalankan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Jawa Timur dan 18 Kota/Kabupaten di Jawa Timur turut serta menggikuti pesta demokrasi lima tahunan atau pemilu. Politik pun diperkirakan semakin memanas menyongsong Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 mendatang. Proses pemilu sangatlah penting, karena merupakan satu satunya cara bagi sebuah Negara demokrasi untuk menentukan pemimpin berikutnya. Terkait dengan pentingnya pemilu dalam proses demokratisasi di suatu Negara, maka penting untuk mewujudkan pemilihan umum (pemilu) yang memang benar-benar mengarah pada nilai-nilai demokrasi dan mendukung demokrasi itu sendiri.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah salah satu Negara penganut sistem demokrasi. Sistem demokrasi dipercaya sebagai suatu sistem yang dianggap mampu menjamin adanya pemerintahan yang tanggap terhadap keinginan warga Negaranya. Pengertian demokrasi sendiri secara sedehana tidak lain adalah suatu sistem politik dimana para pembuat keputusan kolektif tertinggi di dalam sistem itu dipilih melalui pemilu yang adil, jujur dan berkala. Pemilu memfasilitasi sirkulasi elit, baik antara elit yang satu dengan yang lainnya, maupun pergantian dari kelas elit yang lebih rendah yang kemudian naik ke kelas elit yang lebih tinggi. Sirkulasi ini akan berjalan dengan sukses dan tanpa kekerasan jika pemilu diadakan dengan adil dan demokratis.
Pemilu yang berkualitas adalah harapan kita bersama dalam proses demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, maka rakyat Indonesia sangat mengharapkan pemilu bisa berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia telah menetapkan enam ukuran pemilu yang demokratis yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Hal itu termuat dalam pasal 22E ayat 1 UUD 1945. Undang undang pemilu dan penyelenggara pemilu yang menjadi turunannya kemudian menambah beberapa keriteria lagi seperti transparan, akuntabel, tertib dan profesional. Dalam mengimplementasikan enam asas penyelenggaraan pemilu tersebut, Indonesia pasca reformasi telah melakukan sejumlah perbaikan mulai dari perbaikan sistem pemilu (electoral system), tata kelola pemilu (electoral process) dan penegakan hukum pemilu (electoral law).
Pengertian partisipasi sering diartikan sebagai kesadaran dan keikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan. Partisipasi merupakan proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat dalam suatu kegiatan. Tiga faktor pendukung adanya partisipasi : (1). Adanya Kemauan, (2). Adanya Kemampuan, dan (3). Adanya kesempatan. Kemauan dan kemampuan berpartisipasi berasal dari dalam atau dari diri sendiri masyarakat tersebut. Artinya meskipun diberi kesempatan oleh pemerintah atau Negara tetapi kalau kemauan ataupun kemampuan tidak ada maka partisipasi tidak akan terwujud. Kesempatan berpartisipasi berasal dari luar masyarakat. Demikian pula walaupun kemauan dan kemampuan berpartisipasi oleh masyarakat ada tetapi kalau tidak diberi kesempatan oleh pemerintah, maka partisipasi tidak akan terjadi.
Partisipasi dan kesadaran berbagai unsur masyarakat dalam proses penyelenggaraan tahapan pemilu merupakan parameter untuk Pemilu yang Adil dan Berintegritas. Peran serta warga negara yang telah dewasa secara politik, dalam proses penyelenggaraan pemilu adalah memberikan suara di TPS pada hari pemungutan suara sesuai dengan perundang-undangan dan suara yang diberikan ikut menentukan hasil pemilu. Namun masih saja ditemukan tingkat golput (tidak memilih) yang cukup tinggi dibeberapa daerah. Fenomena Golput merupakan wujud apriori rakyat sebagai bentuk ketidakpercayaan masyarakat pada parpol maupun pada figur-figur Capres, Cawapres, atau kandidat para calon kepala daerah dan wakilnya.
Secara umum terdapat tiga alasan rakyat melakukan Golput yakni karena sengaja secara sadar sebagai bentuk rasa kecewa dan tidak percaya kepada partai politik atau figur-figur yang tampil dalam Pemilu. Kedua, karena tidak terdaftar dalam DPT, dan ketiga karena ada unsur keterpaksaan yang berkaitan dengan aktivitasnya seperti pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.
Meningkatkan keasadaran partisipasi masyarakat dalam pemilu dapat dilakukan dengan melalui beberapa hal, pertama, yaitu melalui penyelenggara pemilu dengan melakukan sosialisasi-sosialisasi terhadap elemen-elemen masyarakat dengan memaparkan pentingnya memilih bagi seluruh masyarakat itu sendiri. Kedua, peran pemerintah dalam memberikan pendidikan memilih melalui pendidikan sekolah/sejak dini dan pendidikan di bangku kuliah, sehingga tertanam sejak duduk di bangku sekolah akan pentingnya memilih. Ketiga, peran ormas dan tokoh agama yang mana mempunyai basis masa dan dan dipercaya oleh masyarakat.
Opini oleh : Ahmad Zudi, S.Pd. IKAPMII Unisla Veteran