BERBAGI
foto istimewa (foto:pixabay)

Huruf i yang kedua dalam kata iprik itu di eja seperti huruf e dalam kata E-tol. Jika diartikan ke bahasa Indonesia secara baku ya tidak ada, pun dalam bahasa Jawa. Karena sesungguhnya, iprik iprik adalah bahasa dialektika.

Seperti kata lain, ngrusuk ngrusuk, mlaku mlaku, atau lumah lumah. Ada juga yang kata pertama dan kata kedua berubah. Seperti grudak gruduk, jungkir walik, grusa grusu, klenga klengo, lolak lolok, pengingas pengingis, bolak balik dan masih banyak lagi.

Di kampung saya, iprik iprik adalah kegiatan mengambil kayu bakar, di tegalan, hutan, juga greng, greng itu barongan, barongan itu… itu lho, rumpun bambu. Kata iprik iprik ini kembali muncul saat saya bepergian bersama salah satu shahabat kecil saya di kampung, namanya Maimun.

Nyaris setiap hari, bersama pria yang dalam foto berdiri paling kiri ini, saya iprik iprik. Kira kira 3 tahunan, saya menjalani hari hari penting saat itu bersamanya. Setelah iprik iprik, kami juga saling bantu tugas lain yang diberikan orang tua.

Momentum iprik iprik ini juga menjadi fase penting karena munculnya istilah Cah Ndeso juga lahir dalam proses ini. Dimana kata kata itu melekat hingga kini, Cah Ndeso. Ceritanya, ada seorang kawan dari Desa Kalitidu menghampiri kami mengajak main bola, dia berpakaian olah raga lengkap, tampak keren, bola diputar putar di atas jari telunjuknya.

“Ayo bal balan,” ujar dia.

“Emoh, aku ape iprik iprik,” jawab Maimun.

“Oo, dasar cah ndeso,” ucap dia spontan.

Kami terus berjalan, “Mun, kowe di endo cah ndeso gak isin ?,” tanyaku.

“Lha piye, mosok ayo bal balan ae,” jawabnya.

“Gak wes, ayo iprik iprik sek, seneni mboke engko.

Engko sore cahe ayo digoleki,” jawabku.

Selama iprik iprik, kami membicarakan ucapan teman kami tadi, merenungkannya. Saat duduk di bawah greng ketika istirahat, Maimun tampak membacok bacokkan bendonya ke tanah. Sepertinya dia jengkel.

“Lha kowe kok mangkel, opo omaem kutho, wong terae yo ndeso,” ujarku.

“Wes wes, ayo muleh,” sahutnya.

foto koleksi pribadi Ahmad Sunjani. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bojonegoro, serta menjabat sebagai Sekretaris Dewan Tanfidz DPC PKB Bojonegoro. Penyuka sejarah, mempunyai kegiatan mengunjungi situs-situs kuno bersejarah.

Sorenya kami bermain bola bersama teman tadi, kami berbaur, bergembira bersama. Tadi sore, bersama Maimun saya ke Jipang Panolan. Bekas pusat ibu kota Kadipaten yang dipimpin Aria Penangsang.

Writer: Sunjani Ahmad
Editor: Admin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here