Surabaya, Inspirasijatim.com – Baddrut Tamam, Calon Bupati Pamekasan yang diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Gerindra, PAN dan PKS itu menjadi tokoh muda harapan baru masyarakat Pamekasan. Sebelum menjadi calon Bupati Pamekasan, sosok yang gemar bergurau dan berbaur dengan berbagai kalangan ini, telah terbukti sukses mewakili dapilnya selama dua periode. Mewakili dapil IX, beliau mampu melaksanakan amanah yang telah diembannya selama duduk di komisi C maupun E. Selain sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, beliau juga menjabat sebagai Sekretaris Wilayah DPW PKB Jawa Timur hingga saat ini.
Pria kelahiran 1978 ini merupakan anak dari pasangan (alm) KH. Malidji dan Hj. Maftuhah Djufri. Sebagai seorang yang dilahirkan dari kultur pesantren, sosok yang akrab disapa ra Baddrut ini pernah merasakan menjadi santri pada beberapa pondok di Pamekasan. Mulai dari menamatkan Sekolah Dasar di Tlesah Pamekasan, nyantri di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata hingga nyantri ke KH. M. Zaim Syakir Ma’sum di Lasem, Rembang.
Setelah lama berkelana ke berbagai pesantren di Pamekasan dan Rembang, akhirnya ra Baddrut menentukan pilihan untuk menggeluti dunia pemikiran yang lebih bebas dan keluar dari tradisi kepesantrenan. Ialah Universitas Muhammadiyah Malang menjadi pelabuhan selanjutnya dalam mengarungi samudera pengetahuan. Di kota yang dikenal dengan buah apelnya inilah beliau ditempa menjadi aktivis yang pro terhadap kepentingan rakyat.
Memasuki Dunia Pendidikan dan Pergerakan
Sejak memasuki bangku kuliah, ra Baddrut tidak ingin jauh-jauh dengan tradisi NU meski beliau menempuh pendidikan di kampus Muhammadiyah. Tak pelak, PMII menjadi labuhan selanjutnya dalam berorganisasi. Di organisasi inilah beliau didapuk menjadi ketua umum PKC PMII Jawa Timur periode 2007-2008. Setelah masa jabatannya berakhir, rupanya beliau dijadikan anggota Balitbang PWNU Jatim selama lima tahun. Di tahun 2010, beliau juga mendapatkan amanah untuk menjadi wakil ketua pengurus wilayah (PW) Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur periode 2010 – 2014.
Sederet kedudukan yang telah dijalani oleh ra Baddrut tidak membuatnya lupa dengan latar pendidikannya. Rupanya, beliau adalah pendiri Lembaga Studi Psikologi dan Islam pada tahun 2000. Kelompok kajian ini menjadi rintisan pertama beliau dan tetap eksis hingga saat ini. Selain merintis kelompok diskusi, beliau juga berkecipung di lembaga studi Islam dan Transformasi Sosial (Elsist) 2001 dan Ibn’ Araby Study Club Malang di tahun 2002.
Transformasi dari aktivis menjadi politisi
Kiprah beliau di dunia akademisi maupun organisasi telah menempanya menjadi manusia unik. Keunikan beliau dalam memberikan gagasan tercemin pada cara berpikir yang jauh melebihi zamannya. Salah satunya adalah gagasan beliau tentang konstelasi dunia politik hari ini. Menurut beliau, politik harus dijadikan sebagai wasilah atau alat perjuangan dalam menggapai cita-cita masyarakat. Sebab, jika politik dijadikan alat perjuangan maka secara otomatis akan menganggap jabatan bukan sebagai sebuah tujuan.
Sebagai wujud dari paradigma tersebut maka pemimpin tidak boleh berjarak dengan rakyat. Ketidakberjarakan antara pemimpin dengan rakyat inilah yang menjadi navigasi Baddrut Tamam dalam mengarungi arus politik yang tak menentu. Cara berpikir demikian tidak diperoleh secara instan, melainkan hasil dari tempaan beliau selama menggeluti dunia pemikiran dan aktivisme politik semenjak di bangku perkuliahan.
Barulah di tahun 2009 silam, beliau ingin mengabdikan diri secara nyata dengan menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur melalui dapil IX meliputi Madura. Selama menjadi wakil rakyat, ide dan gagasan beliau banyak tertuang kedalam kebijakan yang dibidaninya di komisi C maupun E. Komisi C memiliki wewenang di bidang pembangunan dan komisi E memiliki wewenang di bidang Kesejahteraan Rakyat.
Corak berpikir yang dianut oleh ra Baddrut tidak terlepas dari kuatnya hegemoni paradigm Machiavellian yang telah merasuki dunia politik masyarakat Madura. Menurut beliau, “saya ini menggunakan cara berbeda di dalam politik. jadi kalau tidak salah, saya dulu pernah membaca buku begini, abad 19 itu ada tokoh politik namanya Niccolo Machiavelli, terus kemudian Niccolo Machiavelli itu, sebagian dari teori yang sampe pasca reformasi sebagian teorinya itu menyerap dan menjadi nilai, menjadi tindakan di tengah-tengah masyarakat Madura.” Tutur beliau menanggapi realitas politik dewasa ini.
Teori Macheavellian adalah teori yang dikembangkan oleh Niccolo Macheavelli di abad 19. Dia berasal dari Kota Florence, Italia. Macheavelli merupakan ahli sejarah dan negarawan Italia sekaligus tokoh pada zaman renaissance. Ajaran Niccolo Macheavelli tertuang dalam bukunya yang berjudul Il Principe tentang kuasa. Penguasa, bagi Machiavelli, haruslah mempunyai sifat seperti kancil atau singa. Ia harus menjadi kancil untuk mencari lubang jaring dan menjadi singa untuk mengejutkan serigala. Analogi Machiavelli tersebut mengandaikan seorang penguasa atau pimpinan Negara harus memiliki sifat cerdik dan licin ala si kancil, akan tetapi juga harus memiliki sifat yang kejam dan tangan besi seibarat singa.
Anggapan dasar Machiavelli dalam memandang kuasa tersebut berdasarkan pada pemahamannya tentang politik dan moral. Politik dan moral baginya adalah dua bidang yang tidak memiliki hubungan sama sekali. Yang menjadi perhitungan hanyalah kesuksesan sehingga tidak ada perhatian pada moral di dalam urusan politik. Baginya, hanya ada satu kaidah etika politik; yang baik adalah apa saja yang memperkuat kekuasaan raja.
Hadirnya paradigma Machiavellian dalam ruang politik masyarakat Madura, acapkali meresahkan jiwa beliau yang selalu mendambakan kebersamaan dan ketulusan dalam berpolitik. Karena beliau memiliki keyakinan bahwa didalam ruang lingkup politik sejatinya ada pertemanan. “saya berpikir bahwa masyarakat ini, rakyat ini kalau diajari bahwa tidak semua politisi itu, apa, menggunakan teori alexander machiavellia, saya menggunakan teori yang berbeda, teorinya apa, teorinya ada ketulusan dalam politik, ada persahabatan abadi di dalam politik, ada pertemanan dan pertaretanan abadi di dalam politik, ada suasana yang berbeda.”
Dengan kentalnya budaya Machiavellian yang merasuk pada pola, tradisi dan perilaku masyarakat Madura, maka ra Baddrut mulai mencari solusi agar keluar dari jaring-jaring tersebut. Salah satu ide yang diproduksi oleh ra Baddrut dengan mengembalikan kembali semangat orang Madura yang gemar berkelompok dan bersaudara. “….dalam konteks itu baru saya mau mengembalikan lagi semangat Madura, semangat masyarakat Madura se seneng apol-kompol, seneng bersama, seneng begini, tetapi di dalam politik langsung berubah, langsung berbeda. dari cara itulah baru kemudian saya mau pake strateginya, apa, teorinya B. F Skinner itu, operan concitioning. jadi saya membiasakan diri untuk kemudian dekat dengan masyarakat.”
Burrhus Frederic Skinner atau yang dikenal dengan nama B. F Skinner merupakan pencetus teori operant concitioning. Operant concitioning yaitu sebentuk pembelajaran dimana konsekwensi-konsekwensi dan perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. Perilaku operan sederhananya merupakan perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas. Contohnya: anak kecil yang tersenyum mendapat permen oleh orang dewasa yang gemas melihatnya, maka anak tersebut cenderung mengulangi perbuatannya yang semula tidak sengaja atau tanpa maksud tertentu.
Muara dari cita-cita beliau menginginkan paradigm politik tidak lagi berkitblat pada teori Machiavellian, melainkan memiliki kemaslahatan bagi rakyat. Terkhusus kepada warga Pamekasan, beliau selalu menginginkan setiap pemimpin bisa menjadi figur bagi rakyat yang dipimpinnya. “jadi bukan hanya sekedar kekuasaan saja yang kita cari, tetapi bagaimana kekuasaan ini memiliki maslahat yang luar biasa kepada rakyat. saya ini ingin menjadi pemimpin yang menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya. saya ini ingin menjadi pemimpin yang kemudian, andhep asor, andhep ashor itu ta’dim kepada rakyat. gituloh. kenapa begini, karena mati kapan saja dan semua perbuatan kita di dunia akan dipertanggung jawabkan di sisi allah, karena mati kapan saja dan semua perbuatan kita harus dipertanggungjawabkan, maka hidup saya ini harus selalu berbuat baik dan menghindar dari perbuatan yang tidak baik, ya.”
Itulah Baddrut Tamam, tokoh yang menginginkan perubahan dalam segi kepemimpinan maupun budaya politik masyarakat Pamekasan sebagai wujud dari pemberontakan jiwanya, atas apa yang dilihatnya selama bertahun-tahun bergelut di dunia politik dalam karirnya sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Timur. Dan saat ini, Baddrut Tamam melanjutkan petualangannya di dunia politik dengan mencalonkan diri sebagai bupati Pamekasan demi perubahan yang lebih baik.[mm]